Freelance Jobs

Wednesday, February 17, 2010

Seni Bela Diri Pra-Aikido

Kecintaan O'Sensei yang begitu kuat kepada budo membuatnya tidak pernah absen untuk mengunjungi atau mengundang para praktisi budo yang singgah di kampung halamannya dan meminta pengajaran dari mereka. Penjelajahannya terhadap berbagai macam tradisi bela diri berasal dari rasa ingin tahunya yang besar.

Guru pertama O'Sensei dalam mempelajari bela diri di masa remajanya adalah Tokusaburo Tozawa dari Kito Ryu Jujutsu.

Guru berikutnya adalah Masakatsu Nakai dari Goto-Ha Yagyu Ryu Jujutsu yang ketika itu tinggal di Kota Sakai. Ia menyebutkan bahwa bukti peninggalan dari ajaran ini terlihat dari gerakan tangan dan kuda-kuda aikido. O'Sensei kira-kira berusia 20 tahun ketika ia belajar di bawah bimbingan Nakai.

Ketika bergabung dengan Resimen ke-61 Angkatan Darat Jepang di tahun 1903, ia sempat berhenti belajar bela diri. Ia kembali dari Manchuria setelah perang antara Jepang & Rusia usai dan menempati pos di Hamadera. Ia kembali mengunjungi Nakai untuk mempelajari bela diri lagi di waktu senggangnya. Nakai merupakan keturunan dari keluarga Yagyu, yang terkenal akan tradisi pedangnya, dan secara fisik cukup kekar walaupun tingginya hanya sekitar 155 cm. Nakai juga memiliki jiwa ksatria yang baik. O'Sensei dianugrahi sertifikat dari aliran ini pada bulan Juli 1908.

O'Sensei kemudian mendapat sertifikat dari Sokaku Takeda dari Daito Ryu Aiki Jujutsu pada bulan Mei 1916. Periode ini memiliki ikatan yang kuat dengan lahirnya Aikido, seperti yang akan diceritakan nanti.

Kemudian pada sekitar tahun 1924 & 1925, O'Sensei mencurahkan waktunya untuk mempelajari ilmu tombak (bojutsu). Kisshomaru, anaknya yang pada waktu itu masih kecil, sering menangis melihat ayahnya babak belur terkena serangan tombak. Pada saat itu O'Sensei sedang bereksplorasi dengan tai sabaki. Sangat jelas bahwa hal ini nantinya menjadi dasar gerakannya dalam menggunakan jo, bo, dan juga irimi dalam Aikido.

O'Sensei mendalami jujutsu tradisional, khususnya pada periode 1910 hingga 1925. Jika saja ia bertahan di salah satu aliran, Aikido tentu tidak akan lahir, karena walaupun Aikido berlandaskan elemen-elemen dari tradisi kuno, namun Aikido juga merupakan bagian dinamis dari masyarakat modern.

Monday, February 8, 2010

Pengantar (bagian 3)

Sekembalinya ke Jepang, ia melanjutkan kehidupan lamanya mempelajari dan berlatih di dojo kecil yang ia bangun di salah satu bagian rumahnya. Di tahun terakhir ia tinggal di sana, seorang perwira Angkatan Laut dan pelatih kendo datang ke dojonya. Sang praktisi jujutsu berusaha menjelaskan teorinya tentang "Aiki" kepada sang praktisi kendo namun sepertinya tujuan sang praktisi kendo datang berkunjung ke sana semata-mata hanyalah bertarung. Pada akhirnya, Ueshiba setuju untuk mengadakan pertarungan. Sang perwira Angkatan Laut menerjang ke depan dengan pedang kayunya namun setiap tebasan dapat dihindarkan dengan mudah oleh Ueshiba. Akhirnya sang penantang terduduk tanpa sekalipun bisa menyentuh Ueshiba.
Setelah pertarungan itu Ueshiba keluar menuju taman dan pada saat ia berdiri di bawah pohon kesemek sambil membasuh peluh di wajahnya, tiba-tiba ia diliputi oleh perasaan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Ia terpaku, tak sanggup berjalan bahkan duduk. Seakan-akan kakinya mengakar ke tanah sambil diliputi oleh rasa heran yang amat sangat. Ia menceritakan pengalaman tersebut seperti berikut:
Aku merasa alam semesta tiba-tiba merekah, dan cahaya keemasan keluar dari tanah di bawah kakiku, melingkupiku, dan mengubah tubuhku menjadi seakan terbuat dari emas.
Di saat yang bersamaan tubuh dan pikiranku terasa ringan. Aku dapat memahami arti kicauan burung, juga mengerti keinginan Tuhan, Sang Pencipta Alam Semesta ini. Di saat itu aku mengalami pencerahan: sumber dari budo adalah cinta Tuhan, cinta yang memberi perlindungan bagi seluruh mahluk. Air mata bahagia membasahi pipiku.
Sejak saat itu tumbuh perasaan bahwa seluruh bumi ini adalah rumahku, dan bulan serta bintang adalah bagian dari diriku. Aku terbebas dari segala keinginan, bukan hanya dari keinginan akan kedudukan, kemahsyuran, dan harta benda, tapi juga dari keinginan untuk menjadi kuat. Aku mengerti: Budo bukanlah mengenai menjatuhkan lawan dengan kekuatan kita, atau alat untuk membuat kerusakan di atas bumi ini. Budo sejati adalah menerima jiwa & semangat alam semesta, menjaga perdamaian di bumi, mengambil hasil, melindungi, dan memanfaatkan alam dengan sewajarnya. Aku mengerti: melatih jiwa budo berarti menerima cinta Tuhan, yang berarti mengambil hasil, melindungi, dan memanfaatkan alam dengan sewajarnya, dan menyatukannya dengan pikiran dan tubuh kita.

Pemikiran ini merevolusi hidupnya dan melahirkan Aikido.

Saturday, February 6, 2010

Pengantar (bagian 2)

Orangtua Ueshiba membesarkan anaknya untuk memiliki ketertarikan yang luar biasa besar terhadap pemikiran spiritual. Sejak berusia tujuh tahun ia sudah memiliki hubungan dengan beberapa guru keagamaan. Namun bahkan dengan pelatihan keagamaan yang selama ini dipelajarinya, Ueshiba muda belum dapat mempersatukan kepercayaan spiritualnya dengan pencapaian fisiknya di bidang seni pedang dan bela diri tangan kosong.

Setelah sakit yang berkepanjangan ayahnya akhirnya meninggal dunia. Ueshiba muda sangat berduka atas kepergian beliau. Ia bersumpah di depan makam ayahnya untuk mendobrak kebuntuan mental, berkembangan lebih maju, dan menyingkap rahasia budo. Sejak saat itu hidupnya berubah drastis.

Terkadang Ueshiba yang berduka berdiri di puncak gunung dekat rumahnya dengan mengenakan baju putih dan merapalkan doa-doa Shinto. Sahabat-sahabatnya khawatir ia jadi gila. Ia sendiri menyadari bahwa ada sesuatu, unsur tertentu, yang belum ia temukan dalam hidupnya. Akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan salah satu sekte Shinto yang dipimpin oleh pendeta yang amat ia kagumi sejak sebelum ayahnya meninggal. Dengan membawa serta seluruh keluarganya, ia pindah ke sebuah rumah kecil di kaki sebuah gunung dekat Kyoto dimana sekte tersebut berpusat dan memulai tujuh tahun masa pembelajarannya. Ia kemudian menjadi ajudan Orang Suci tersebut bahkan mengawalnya dalam perjalanan penuh bahaya ke benua Asia dimana mereka sering menemui pengalaman yang mengancam jiwa. Ketika dalam perjalanan itulah, di hadapan kematian, ia mulai dapat "melihat".

Wednesday, February 3, 2010

Pengantar (bagian 1)

Berdiri tanpa daya melihat preman-preman desa memukuli ayahnya karena bertikai dengan saingan politiknya, Morihei Ueshiba kecil bersumpah bahwa ia harus menjadi orang yang kuat, tak peduli seberapa besar penderitaan yang harus dijalani juga seberapa lama waktu yang diperlukan. Suatu hari nanti ia akan dapat mengatasi para begundal itu. Suatu hari nanti mereka akan lari ketakutan. Suatu hari nanti ia akan menjadi kuat.

Lalu dimulailah perjalanan yang menuntunnya untuk mempelajari semua seni dan pengetahuan bela diri yang ada saat itu, yang lebih dikenal dengan istilah budo. Jika saja bocah ringkih ini mengetahui besarnya penderitaan dan penyakit yang menantinya, mungkin ia tidak akan mau menapaki jalan yang akan ia tempuh. Orang biasa pasti akan menyerah, namun tidak demikian halnya dengan Morihei Ueshiba. Ia berjuang mengatasi penyakit-penyakit berat yang menghinggapinya, mungkin 3 sampai 4 kali sepanjang masa mudanya, dan setiap kali sembuh dari satu penyakit ia segera menempa kembali tubuhnya yang dilemahkan oleh penyakit tersebut.

Namun hanya sekedar menjadi sehat kembali tidak cukup baginya. Ia mencari berbagai cara untuk melampiaskan keperkasaan dirinya. Jika seseorangn melakukan suatu pekerjaan dua kali lipat dari orang pada umumnya, ia akan melakukannya empat kali lipat. Pada festival panen tradisional dimana terdapat ritual pertandingan membuat kue dari beras dengan menggunakan alu khusus yang sangat berat, Ueshiba dengan mudahnya menumbuknya dengan kekuatan yang menyamai sepuluh orang biasa. Ia selalu menjadi pemenang, dimana kontes tersebut biasanya diakhiri dengan tumbukan terakhir yang sangat kuat sampai-sampai merusak alu tersebut. Lama-kelamaan dalam diri Ueshiba tumbuh rasa tidak puasa hanya dengan menjadi orang yang kuat. Maka ia pun mulai mempelajari jujutsu.

Dengan mempelajari jujutsu, lahir pula ketertarikannya untuk mempelajari dan menguasai berbagai jenis seni bela diri. Kerja keras, disiplin tinggi, serta seluruh uang yang ia hasilkan dicurahkan demi penguasaan seni-seni tersebut. Ia pun dianugrahi sertifikat dari beberapa seni bela diri klasik tradisional tersebut.

Sekarang ia telah menjadi kuat. Ia telah menguasai teknik pedang dan banyak seni bela diri lainnya. Namun tetap saja ia merasa masih ada yang kurang.